urutan | nama pacar | Hobby Pacar | target pacar baru | hambatan |
pertama | Ita | Tinju | saty | wajah |
kedua | Mita | begadang | sandra | modal |
ketiga | Mia | nonton film perang | asty | keluarga |
keempat | Tami | Tidur | novel | agama |
Jumat, 25 Mei 2012
Menentukan Kelas Kata, Kata Dasar, Kata Jadian dan Afiks Paragraf Berita
Berita :
Kejadian yang berlangsung tiba-tiba itu mengagetkan semua yang hadir. Setelah memarkir sepeda motor di depan meja pimpinan dewan, Arsyak meninggalkan ruang sidang seperti orang tak bersalah. Melihat kejadian itu, sejumlah anggota satpol pp langsung mengeluarkan sepeda motor tersebut dari ruang sidang.
Aersyak mengaku sudah berkali-kali mengingatkan dalam rapat-rapat resmi, tapi, tak pernah digubris. Memarkir seunit sepeda motor dalam ruang sidang merupakan bentuk kekecewaan.
• Kelas kata berita di atas yaitu:
1. Kata Benda : kejadian, semua, sepeda motor, depan, meja, pimpinan, dewan, arsyak, ruang sidang, orang, anggota, satpol pp, rapat-rapat, bentuk, kekecewaan.
2. Kata Kerja : berlangsung, hadir, memarkir, mengagetkan, meninggalkan, bersalah, sejumlah, melihat, mengeluarkan, tersebut, mengaku, mengingatkan, berkali-kali, digubris, merupakan
3. Kata Sifat : resmi, dalam,
4. Kata Bilangan : seunit.
5. Kata Tugas : yang, itu, setelah, di, seperti, tak, langsung, dari, tiba-tiba, sudah, tapi, pernah
• Kata dasar dan kata jadian beirta di atas yaitu :
1. Kata dasar : depan, meja, ruang, sidang, orang, anggota, hadir, semua, langsung, bentuk.
2. Kata jadian : kejadian, pimpinan, berlangsung, memarkir, mengagetkan, meninggalkan, bersalah, melihat, mengluarkan, tersebut, sejumlah, setelah, berkali-kali,merupakan, kekecewaan.
3. Reduplikasi : tiba-tiba, rapat-rapat, berkali-kali.
• Kata dasar dan afiks dari kata jadian berita di atas yaitu :
Kata Jadian Kata Dasar Afiks
Kejadian
Pimpinan
Berlangsung
Memarkir
Mengagetkan
Meninggalkan
Bersalah
Melihat
Mengeluarkan
Tersebut
Sejumlah
Setelah
Mengaku
Mengingatkan
Digubris
Berkali-kali
Merupakan
Kekecewaan
Seunit
Jadi
Pimpin
Langsung
Parkir
Kaget
Tinggal
Salah
Lihat
Keluar
Sebut
Jumlah
Telah
Aku
Ingat
Gubris
Kali
Rupa
Kecewa
Unit Ke-an
-an
Ber-
Mem-
Meng-kan
Men-kan
Ber-
Me-
Meng-kan
Ter-
Se-
Se-
Meng-
Meng-kan
di-
ber-
me-
ke-an
se-
HASIL ANALISI KONFLIK DALAM CERITA RAKYAT “LA BONGO”
A. Konflik internal
Dalam analisis ini, telah ditemukan beberapa konflik batin yang dialami oleh para tokoh serta faktor-faktor yang menyebabkan munculnya konflik dalam cerita.
• Konflik internal/ batin wa Mokesa
Dalam analisis ini, telah ditemukan beberapa kutipan konflik batin yang dialami oleh tokoh Wa Mokesa, serta factor-faktor penyebab munculnya konflik tersebut. Berikut di sajikan kutipan konflik batin serta penyebab munculnya konflik yang dialami tokoh wa Mokesa, yaitu
Kutipan:
“ pengembara nointe ikaana Wa Mokesa nalumosa. Hawai mancuanano Wa Mokesa cia nahumadasie. Mambulaka Wa Mokesa nopeelulu mohaneiari, sahingga nopohinada pibuni mina mancuanano sampe nokohawa”
Berdasarkan kutipan di atas tergambar jelas bahwa Wa Mokesa menantang keputusan orang tuanya, walaupun orang tuanya menolak lamaran pengembara tersebut, namun dia tetap menjali hubungan gelap dengan pengmbara itu. Hal tersebut merupakan pertentangan antara dua keinginan antara Wa Mokesa dan orang tuanya.
Factor yang mendasari terjadinya konflik tersebut adalah factor cinta dan kasih. Dimana Wa Mokesa sangat mencintai pemida itu sampai ia menentang keputusan orang tuanya.
• Kebencian ibu Wa Mokesa
Kutipan:
“ inano Wa Mokesa nokutuk anano Wa Mokesa ilalo hawano. Hande nakoana hande cia namate nakabea ungkaka ilalo hawano”
Konflik di atas terjadi disaat ibu Wa Mokesa sangat membenci anaknya karena telah mempermalukan nama keluarganya. Sehingga dia mengutuk anaknya sendiri, kalau bukan mati maka cucunya akan bodoh seperti kekbodohan yang di lakukan oleh Wa Mokesa.
Konflik batin yang di alami oleh ibu Wa Mokesa disebabkan karena factor dendam ibu kepada anaknya atas kelakuan anaknya yang merusak nama keluarga.
B. Konflik Eksternal
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antar seorang tokoh dengan sesuatu yang berada di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau tokoh lain. Dengan demikian, konflik eksternal dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu konflik fisik dan konflik social.
1. Konflik Sosial
Konflik social adalahkonflik yang di sebabkan oleh adanya kontak social antara manusia. Konflik social yang terjadi dalam cerita ini adalah sbb:
• Konflik social antara Wa Mokesa dan masyarakat desa
Kutipan:
“ cia namolengo Wa Mokesa nokohawa mai nokoniemo miano kampo, ia nousiriemo miano kampo”
Konflik diatas terjadi disaat Wa Mokesa hamil di luar nikah dan diketahui oleh masyarakat desa. Karena adat istiadat di desa tersebut melarang adanya hubungan di luar nikah pernikahan maka Wa Mokesa di usir dari desa oleh masyarakat. Karena masyarakat menganggap Wa Mokesa telah melangkahi adat.
Konflik social diatas disebabkan oleh karena factor rasa aman. Dimana masyarakat ingin aman dari bayang-bayang orang yang hamil di luar nikah.
2. Konflik Fisik
Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh perbenturan antar tokoh dengan lingkungan alam. Adapun konflik fisik yang ada dalam cerita ini adalah sbb:
• Konflik La Bongo dikerumuhi lebah
Kutipan:
“La Bongo mondawu mina isau mbulamo noilibue oani. Ia nomartimba La Bongo notode bale okaana mai nobangka hulano”
Konflik di atas terjadi disaat La Bongo hendak mengambilbuah di atas pohon untuk dijadikan sayur di rumah. Namun, buah itu dipenuhi lebah hingga La Bongo yang jadi sasaran lebah. Badan La Bongo luka-luka dan bengkak akibat serangan lebah tersebut.
Factor yang mendorong konflik tersebut adalah kesejahteraan. Di mana La Bongo hendak menjadikan buah tersebut sebagai bahan makanan di rumah ketika pulang nanti.
• Konflik La Bongo menjadi amukan Anoa
Kutipan:
“ihamota La Bongo noita rua kulu Anoa nopotandu. Nopindongo kahadarino inano, La Bongo notode nogaa anoa haleo. Hawai cia nasumangkae La Bongo nojadi sasaran anoa sampe nomate mai nomobela mongkana”
Kutipan konflik fisik di atas terjadi karena La Bongo mengingat nasehat ibunya bahwa, bila melihat yang berkelahi maka ceraikanlah satu sama lain. Namun, saking bodohnya La Bongo, menceraikan binatang yang sedang bertanduk. Akhirnya ia yang jadi korban hingga La Bongo tewas.
Factor yang mendorong terjadinya konflik diatas adalah factor hidup sejahtera(sandang-pandang).
Berikut kutipannya
“awula kalengono, bahano minaa nohoci . sahingga terpaksa inano nocindala La Bongo inte ihamota”
Dari kutipan diatas terlihat jelas bahwa penyebab La Bongo ke hutan di latar belakangi karena bahan makanan sudah berkurang, sehingga ibunya menyuruhnya ke hutan. Dari analisis tersebut adalah factornya adalah kesejahteraan.
Lampiran :
1. La Bongo
Di sebuah desa hiduplah seorang wanita yang sangat cantik. Ia hidup bersama kedua orang tuanya. Karena kecantikannya, wanita itu diberi nama wa Mokesa. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Banyak pemuda yang datang melamar Wa Mokesa namun tak satupun pemuda yang diterimanya.
Suatu hari datang pengembara itu sangatlah tampan dan baik hati. Pengmbara tersebut mendengat bahwa di desa itu terdapat seorang wanita yang sangat cantik. Pengmbara pun pergi ke rumah wanita itu dengan tujuan melamarnya. Namun, kedua orang tua wanita itu, tidak menerima lamaran pengembara. Tanpa diketahui oleh orang truanya, Wa Mokesa menjalin hubungan dengan pengmbara tersebut. Tidak lama kemudian Wa Mokesa mengandung dan diketahui penduduk desa. Karena aturan adat di desa tersebut melarangnya adanya hubungan di luar pernikahan, Wa Mokesa Wa Mokesa di usir dari desa. Kebencian ibu Wa Mokesa karena anaknya telah merusak nama keluarga tak tertahankan. Ibu itu mengutuk bahwa bayi dalam kandungan Wamokesa akan lahir dan mati karena kebodohannya sendiri. Kutukan itu disebabkan oleh kesalahan dan kebodohan dari Wa Mokesa.
Tinggallah Wa Mokesa di hutan yang sangat luas jauh dari desa tersebut bersama dengan pengmbara. Mereka hidup bahagia dan menunggu kelahiran anak mereka. Mereka hidup dengan hasil jeratan di hutan dan tumbuhan yang dapat dijadikan makanan. Tak lama kemudian si pengembara sakit parah dan akhirnya meninggal. Dengan dipenuhi kesedihan Wa Mokesa menghidupi dirinya demi anaknya yang sedang dikandungnya.
Delapan bulan kemudian Wa Mokesa melahirkan anak laki-laki. Anak itu tumbuh dewasa namun anak tersebut sangat bodoh sehingga ibunya memberi nama La Bongo. Meskipun demikian, Wa Mokesa sangat menyayanginya.
Pada suatu hari La Bongo disuruh oleh ibunya untuk memasang jerat di hutan. Kemudian La Bongo pergi ke hutan dengan membawa tali yang sangat panjang. Dengan petunjuk dari ibunya dia mengikatkan tali tersebut dipohon dan membuat jerat. Setelah melakukan tugasnya La Bongo pulang ke rumah dan melaporkan kepada ibunya bahwa dia telah selesai melakukannya.
Keesokan paginya La Bongo di suruh ibunya untuk memeriksa jerat yang telah dipasangnya. Setelah tiba di hutan, La Bongo berhasil menangkap lima ekor ayam hutan. Dengan riangnya La Bongo melepas satu persatu ayam hutan dan menyuruh lima ekor ayam hutan tersebut untuk pulang kerumahnya dan meminta makan kepada ibunya di rumah. Lalu dengan gembira La Bongo pulang ke rumah karena mengira jika ia tiba dirumahnya pasti ibunya akan memujinya. Saat tiba dirumah la bongo menanyakan kepada ibunya,dimana kelima ekor ayam hutan yang dia suruh datang kerumahnya untuk minta makan.dengan keheranan ibunya menanyakan sebenarnya apa yang terjadi. Setelah mendengar keterangan dari la bongo,wa mokesa berkata bahwa kelima ekor ayam tersebut mestinya diikat dan dibawa pulang kerumah.tanpa pikir panjang la bongo memngangguk sambil berkata bahwa ia telah menmgerti.
Keesokan paginya la bongo disuruh lagi oleh ibunya untuk memasang jerat dihutan. Untuk kedua kalinya la bongo pergi kehutan memasang jerat.besoknya la bongo pergi untuk memeriksa,namun tak seekor ayam hutan yang terkena jerat yang dipasangnya.kemudian dia pulang,diperjalanan pulang la bongo melihat buah yang sangat besar diatas pohon. Tanpa pikir panjang la bongo memanjat pohon tersebut dan mengikat buah tersebut.namun tanpa diduga ternyhata buah tersebut adalah sarang lebah.la bongo jatuh dari pohon karena dikerimuni lebah,dengan secepatnya la bongo lari terbirit-birit pulang kerumahnya dengan badan yang luka-luka dan bengkak karena sengatan lebah.ibunya sangat kaget melihat la bongo lari ketakutan dengan bengkak diwajahnya.kemudian ibunya berusaha menenangkan la bongo dan mengobati luka-lukanya.mendengar cerita dari la bongo,ibunya menjelaskan lagi bahwa sarang lebah bukan diikat,tetapi seharusnya dibakar.tanpa berpikir pannjang la bongo mengiyakan penjelasan ibunya dan menyatakan bahwa dia telah mengerti dan tidak akan mengulanginya lagi.
Seminggu kemudian setelah luka-lukanya sembuh ,la bongo disuruh oleh ibunya untuk pergi berburuh dengan membawa tombak ,kayu bakar dan alat untuk membaklar.di perjalanan la bongo melihat rusa yang sedang tidur di bawah pohon besar.dengan langkah perlahan la bongo mendekati rusa tersebut.dengan mengingat penjelasan dari ibunya,la bongo kemudian menyhalakan kayu bakar dan membakar ekor rusa tersebut. Tiba-tiba rusa terkejut dan lari terbirit-birit.lalu la bongo berusaha menangkap rusa tersebut,namun la bongo tidak dapat menangkapnya.la bongo kemudian pulang,tetapi karena takut dimarahi ibunya ia mencari tanaman yang dapat dijadikan sayur.saat tiba dirumah la bongo melaporkan kepada ibunya peristiwa yang telah dialaminya.ibunya tidak marah,tapi hanya menjelaskan bahwa jika melihat rusa dihutan ,maka bukan dibakar tapi di tombak.seperti biasa la bongo hanya mengangguk mengiyakan.
ke esokan harinya la bongo disuruh ibunya pergi kedesa terdekat untuk menjual kayu bakar.ia pergi membawa tombak karena mengingat penjelasan dari ibunya untuk berjaga-jaga jika melihat rusa.saat diperjalanan dipinggir desa la bongo melihat dua orang yang sedang berkelahi.dengan kebingungan la bongo menyuruh mereka untuk berhenti,tanpa pikir panjang karena mengingat penjelasan dari ibunya,maka la bo ngo menombak kedua orang tersebut sehingga mereka tewas ditampat.setelah melakukannya la bongo meneruskan perjalanannya kedesa. Setibanya didesa la bongo menjual kayu bakarnya.kemudian la bongo langsung pulang kerumah dengan membeli bahan makanan dari hasil penjualan kayu bakarnya.setibanya di rumah la bongo menceritakan kepada ibunya mengenai kejadian yang dialaminya di perjalanan.ibunya terkejut dengan apa yang dilakukan oleh anaknya.ibunya menangis karena takut anaknya celaka karena perbuatannya.ibunya lalu menjelaskan kepada anaknya,jika dia melihat orang berkelahi maka seharusnya ia leraikan satu sama lain.
Karena takut anaknya mendapat celaka ,maka ibunya memutuskan untuk sementara melarang anaknya keluar rumah.sebulan kemudian bahan makanan sudah berkurang ,terpaksa ibunya menyuruh la bongo untuk pergi ke hutan.setibanya di hutan la bongo melihat dua ekor anoa sedang beraduk tanduk.mengingat nasihat ibunya,la bongo pun berlari untuk meleraikan kedua anoa tersebut,namun tak disangka la bongo menjadi amukan dari kedua ekor anoa tersebut hingga akhirnya la bongo mati dengan tubuh luka parah.karena lama la bongo belum juga pulang ,ibunya pun merasa khawatir ,lalu kemudian ibunya menyusul la bongo kehutan.namun,setibanya dihutan ,ia melihat anaknya telah tersungkur.dengan tangis dan penyesalan ,wa mokesa duduk memeluk la bongo sampai akhir hayatnya.
CERITA RAKYAT BUTON ”PASIKAMBA” ( BAHASA CIA-CIA )
Pada zaman dahulu kala di kepulauan Buton hiduplah seorang ibu dengan anak perempuannya yang cantik. Ibunya bernama Wa Indi dan anak perempuannya bernama Wa Irone . suaminya sudah lama meninggal dunia tanpa meninggalkan harta sedikitpun untuk mereka, kecuali sebuah gubuk kecil yang jauh dari keramaian desa. Wa Indi dan Wa Irone hidup dengan serba kekurangan. Setiap harinya harinya untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka harus berkebun. Kebun yng mereka miliki tidak begitu luas, hanya sebidang tanah yang ditanami jagung dan ubi kayu. Selain itu mereka juga mencari kayu bakar di hutan, sebagian untuk dijual dan sisanya untuk dipakai sendiri. Kehidupan mereka jauh dari kebahagiaan.
Setiap kali Wa Irone ke pasar, selalu diejek oleh gadis-gadis desa lainya, sebab pakaian yang digunakanya sangan kumai dan compang-camping. Terkadang dia sedih karena merasa sangat terasing oleh orang-orang disekelilingnya. Biasanya seorang anak gadis bermain dengan teman sebayanya, tetapi iya harus bekerja keras memebantu ibunya. Meskipun demikian Wa Irone anak yang rajin beribadah. “mungkin ini takdir,” itulah kata-kata yang sering terlintas di benak Wa Irone
Gadis-gadis seusia Wa Irone yang sudah menikah, tetapi entah kenapa jodoh Wa Irone belum kunjung dating. Siang itu saat membantu ibunya membuat kambose (jagung rebus yang sudah di pisah dari tongkolnya), Wa Irone menyanyikan sebuah lagu yang tersengar sendu)
Kasihan diriku ini tinggal di dunia
tidak ada saudara yang merasa kasihan
Melihat kami kerabat yang baik yang dekat
Kita bersabar, saya bersukur
Disebut amalnya badan ini
Tuhan
Berikan saya iman semoga memberikan saya rahmat
Hambamu yang Kamu kasihani
Mendengar nyanyian Wa Irone ibunya bertanya, “anakku, mengapa kamu bernyanyi seperti itu ?” Wa irone menjawab,
“ aku hanya meratapi nasibku yang malang ini mengapa sampai sekarang kita tetap saja miskin ? jodohku tidak kunjung dating.”
“Sabar anakku jodoh di tangan Tuhan, “ jawab ibu Wa Irone menenangkan kegalauan hati anaknya.
Keesokan harinya dua orang pemuda kakak beradik pergi ke hutan untuk berburu rusa. Mereka adalah putra salah seorang bangsawan dari negeri Buton. Sang kakak bernama La Ode Inci dan adiknya bernama La Ode Sina. Setelah mereka mendapatkan seekor rusa mereka lansung pulang. Dalam perjalanan pulang, La Ode inci dan adiknya mendengar suara nyanyian seorang gadis yang sangat merdu. Terlebih lagiLa Ode Inci, dia sangat terkesimah mendengarnya. Iya mengajak adiknya menelesuri siapakah gerangan gadis yang bersuara merdu itu. Ternyata gadis itu adalah Wa Irone kemudian La Ode Inci bertanya kepada Wa Irone,
“ suaru begitu indah, maukah kamu memberitahukan siapa namamu ?”
Wa Irone menjawab,
“ namaku Wa Irone, apakah ada yang bisa saya bantu tuan ?”
“ ah, tidak, aku dan adikku hanya kebetulan lewat saja, perkenalkan namaku La Ode Inci dan ini adikku La Ode Sina,” jawab La Ode Inci. Kemudian kedua kakak beradik itu berpamitan kepada Wa Irone untuk melanjutkan perjalanannya.
Dalam perjalanan pulang La Ode Sina berkata kepada kakanya,
“ kak, gadis yang tadi itu sangat cocok untuk kakak, dia sangat santun bicaranya halus apalagi wajahnya lumayan cantik.”
“ terus terang adikku, saat melihatnya aku lansung jatuh cinta, sepertinya dia gadia yang baik. Aku bemaksud melamarnya, saat tiba di rumah nanti aku lansung memberitahukanya pada ayah dan ibu,” kata La Ode Inci. Kemudian La Ode Sina bertanya pada kakaknya,
“tapi kak, apakah ayah dan ibu akan melamarkanya untuk kakak ? kakak lihat sendiri, pakaian gadis itu kumal, lagipula kak belum juga mengenalnya lebih jauh.”
“ tanpa tau banyak pun aku tahu gadis itu cocok untukku. Dan aku akan tetap berusaha membujuk ayah dan ibu agar melamarkanya untukku, “ kata La Ode Inci.
“terserah kakak saja, kalau kakak sudah menemukan yang cocok aku akan selalu siap membantu,” lanjut La Ode Sina.
“ terimakasih, kamu memang adikku yang paling bijaksana,” kata La Ode Inci.
Malam harinya seperti biasa sebelum tidur Wa Irone berdoa agar diberikan berkah yang yang banyak umur yang panjang, dan dipermudah jodohnya. Saat ia tidur, dalam mimpinya dia didatangi seorang kakek berjubah dan bersorban putih. Dia mengatakan
“ Hai anakku, bersabarlah engkau, hidup kamu dan ibumu akan segerah berubah.”
Seketika itu Wa Irone terbangun dan ternyata hari sudah pagi. Seperti hari-hari biasanya, pagi-pagi sekali Wa Irone pergi ke pasar bersama ibunya Wa Indi untuk menjual kayu bakar yang sudah dikumpulkan kemarin. Setelah pulang dari pasar mereka langsung pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar di hutan untuk di jual kembali pada keesokan harinya. Kebetulan hari itu dia hanya pergi seorang diri ke hutan, tidak dengan ibunya. Setelah lama mengumpulkan kayu bakar dia tertidur di bawah sebuah pohon besar karena merasa kelelahan. Ketika ia tidur, ia kembali didatangi kakek dalam mimpinya tadi malam dengan pakaian yang sama pula. Kakek itu berkata,
“ anakku Wa Ode Irone kini tibalah saatnya nasib kamu dan ibumu berubah. ”
Wa Irone terbangun dari tidurnya, karena merasa sudah siang, iapun lansung mengangkat kayu-kayu yang sudah di kumpulkanya untuk dibawah pulang.
Sesampainya di rumah, Wa Irone disuruh oleh ibunya untuk mencabut ubi kayu di kebun. Dia bergegas pergi ke kebun sambil membawa sebuah kasinala ( sejenis parang yang hanya bagian ujungnya yang tajam)untuk menjabut ubi kayu. Saat tiba di kebun kaki Wa Irone tersandung sebuah batu besar, dia langsung memindahkan batu itu agar mencederai orang yang lewat. Tetapi kemudian mata Wa Irone tertuju pada suatu benda keras di bawah batu keras tadi. Ia langsung menggai benda itu dengan kasinala yang ia bawa. Setelah berhasil menggali didapatinya sebuah peti besar yang ia tidak tahu apa isinya. Karena peti itu sangat berat, Wa Irone memanggil ibunya. Untung letak kebunnya yang berada di belakang rumah. Mereka kemudian menggontong bersama peti yang cukup besar dan berat itu.
Setibanya di rumah mereka berdua lagsung membuka peti tersebut untuk melihat isi peti tersebut. Alangkah terkejutnya mereka berdua saat melihat tumpukan keping uang emas. Wa Irone berteriak girang,
“ibu, ini harta karun.”
Mereka langsung bersujud syukur sebagai ucapan rasa terim kasih atas berkah yang dating tanpa mereka duga-duga. Seketika hidup mereka langsung berubah. Rumah mereka diperbaiki dan dilengkapi dengan perabot yang indah, serta mereka juga pakaian-pakaian yang bagus pula. Dengan pakaian-pakaian yang indah itu, Wa Irone terlihat lebih cantik seperti gadis-gadis putrid bangsawan. Mereka tidak perlu bekerja keras lagi un tuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tapi semua itu tidak membuat mereka menjadi sombong. Mereka lebih sering membantu orang-orang yang kesusahan dan lebih giat lagi beribadah. Ternyata apa yang mereka lakukan selama ini tidak sia-sia.
Beberapa hari kemudian hari kemudian La Ode Inci bersama rombongan bangsawan laiinya datang ke rumah Wa Irone bermaksud untuk melamarnya. La Ode Inci terkejut kalau gadis yang akan dilamarnya kehidupannya sudah berubah. Semula ia mengira bahwa gadis yang dilamarnya bukan Wa Irone, karena lebih cantik dari sebelumnya.
Lamaran La Ode Inci diterima baik oleh Wa Indi ibu Wa Irone, apalagi Wa Irone juga mencintai La Ode Inci. Beberpa hari kemudian mereka melangsungkan acara pernikahan berlangsung tujuh hari tujuh malam, karena sudah merupakan kebiasaan golongan bangsawan saat menikahkan putera-puteri mereka. Bukan hanya golongan atas yang mereka undang, tetapi masyarakat rendahan juga mereka undang untuk ikut dalam acara pernikahan mereka.
Setahun kemdian La Ode Inci dan Wa Irone dikaruniani seorang anak laki-laki yang diberi nama La Ode Pasikamba yang artinya harta karun.
Dalam bahasa Cia:
IJamani ambuleanoari ipulo buton nodadi amia mancuana mowine mai anakalambe makidano. Inano kongea Wa Indi mai anakalambeno kongea Wa Irone. Mohaneno nomolengomo nomate idunia cia natumau piwaua naice hake hangga’aso mo’ia, hawite amea ka’ana kokodi nombilai ikaramea kampo. Wa Indi mai Wa Irone nodadi toa’ru kaeno. mintenihuloe hangga’aso pikohunbuiano kahoci kadadia, mo’ia harusu namihamota. Hamotano mo’ia cia wala nato’owa, hawite atampa nokapimbulasiegandu mai kasobia. Mo’oli cuke’e moia uka pikamata sauno api hamota, aga;ano anuaso nakamaso’e mai sisano anuaso nakapake’e wutono. Dadino moi’ia mbilai hake mai kasumanaa.
Minte nimbulea Wa Irone inte idaoa, ia tarusu nobancie mowine-mowine kampo aga.ano, hangganomo pakeano nipakeno kadakihake. Aga’aso ia kikidilalono hangganomo pinamisie nombilaie mai mia-mia ilepeno. Biasano ungkaka kalambe baraba mai sabangka saumuruno, hawali ia tabe namikaraja’a anteru nahumamba Inano. Hawite mbarike’e Wa Irone ungkaka bukua sambahaea “ aipo nake’e kato’o’u” rikenomo pogauno ilalo hateno Wa Irone.
Kalambe-kalambe sa’umuruno Wa Irone mo’olino nokawi, hawai moapa kato’ono Wa Irone ciapo nabundo. Kondocuaia’ari ia nohamba ianano pitoro kambose( gandu cibuka mina kacimbeno ) Wa Irone pikabanci alagu cipindongo malingu
Ka’asi kulu’uana inda’u pihora-hora I’dunia
Camane’e elea’u namo’asisa’u
Noita isami elea tumangku
Ingkita tosabara wite, inda’u sukuru
Nongea ba’da ia’ana
Ompu…
‘dawusia’u emani mai rahmatino
Mai ‘dawusia’u ka’asimu
Pindongo kabanci Wa Irone, inano nope’ena “ ana’u moapa kabanci mbacuke’e ancu?’ Wa Irone nobalo
“ inda’u piburi-buri dawua’uana, moapa noratomo mba’ina ana ingkita tomiskinimo anteru? Jodo’u ciapo uka nabundo.”
“ sabara ana’u, kato’o ilimano ompu,” balo inano Wa Irone patenangi emani hateno anano.
Samabitano rua mia anamohane akano mai aino inte Ikarompu hangga’aso nakamajere rusa. Mo’ia anamohaneno kanto’owano buton. Aka-aka kongea La Ode Inci hande aino kongea La Ode Sina. Mo’oli mo’ia nopitabu rusa, mo’ia tarusu kabala. Ilalono hangka’a balea, La Ode Inci mai aino pindongo kabanciano kalambe ‘bamalinguamo. Aipo uka La Ode Inci, ia nopintotobanga pindongo’e. ia noguguru aino pikamata inde’eno kalambe malingua iahaleo. Para’a kalambe iahaleo Wa Irone. Mo’oli mbarike’e La Ode Inci pe’enamo I Wa Irone,
“ kabancimu mangada hake ingka, cuhumada ‘bara iso’o cumo’ombasia’u ngeamu?”
Wa Irone nobalo,
“ ngea’u Wa Irone, ndane’e ahumamba simiu?”
“ Ah, cia, inda’u mai ai’u hawite kabatula tolalo, ngae’u La Ode Inci mai nake’e ai’u ngeano La Ode Sina, “ nobalo La Ode inci. Mo’oli mbarike’e kadorua ai mai akano nokaposangamo I Wa Irone hangga’aso nakatumarusu pihangkahangka’ano.
Ilalono lalano kabale La Ode Sina nopogau I wa’akano’
“ aka, kalambe iahaleo sapasino hangga’aso aka, ia ‘bamomalumo, pogauno halusu, ajono uka mangada.”
“ tarus taraha ai’u saitano inda’u tarusu pe’elue’ koajono ia kalambe omela. Inda’u piburiburi alumosa’e. saratonto I ka’ana inda’u atumarusu amo’omba’e inanto mai amanto,” tangari La Ode Inci. Mo’olimbarike’e La Ode Sina nope’enamouak i akano.
“ hawai aka, pantea inanto mai amanto nahumada nalumosa’aso aka? Aka itaso wutomu, pakeani kalambe iahaleo mbakadakimo. Mai aka uka ciapo cukumonie mbilai uka.”
“ biara cia akumonie to’aru uka inda’u konie kalambe iahaleo sapasino hangga’aso inda’u. mai inada’u tatapu a’usaha atumataku manto mai inanto hangga’aso nalumosa’aso inda’u,” tangari La Ode Inci.”
“malingumo aka ancu, hande aka pitabuemo kasapasino inda’u siapu abantu,” patarusue La Ode Sina.
“ tarima kasi, iso’o hingganomo ai’u emelano hake,” tangari La Ode Inci.
Rato morondo koajo biasano nkamoncuru Wa Irone nopidoa hangga’aso nadumawusie barakati to’aro, umuru ko’ata, mai namomalusie kato’ono. Tangasano moncuru, ilalo poninipino ia nobundo’e amia mancuana mbaju to’oba mai pikaluncu mopute. Ia nopogau
“ hai ana’u, sabara iso’o, ‘dadimu mai inamu nabaruba wite.”
Abantar Wa Irone nobangu mai para’a wawala’amo. Koajo hulao biasano, sawawalano hake Wa Irone inte Idaoa mai inano Wa Indi hangga’aso nakamara’aso sauno api cipikumpuluno hanowia. Mo’oli nokabale mina Idaoa mo’ia inte ikarompu hangga’aso nakarumompu auno api ikarrompu hangga’aso nakamaso’e mindua samabitano. Kabatula huleo ia’ari ia inte wite kaso’osano I karompu, cia mai inano. Mo’oli molengo pirompu sauno api ia cipiromo iworuno sau to’owa hingganomo nomomalemo. Tamngasano moncuru, ia nombulasie bundo’e mancuana ilalo poninipino hamurondo mai pakea po’ita. Tete ia haleo pogau,
“ ana’u Wa Irone nake’e ratomo kato’omu mai inamu nabarubah,”
Wa Irone nobangu mina kancuruabo, ia cia namengerti para’a larono pogauno tete iahaleo ilalo pononipino. Hinggano pinamisie kondocumo huleo, ia tarusu noangke sau-sau cirompuno hangga’ao nabawae bale.
Saratono ika’ana, w a irone no cindala’e inano nahumowu kasobia I hamota. Ia pikamamarimba inte ihamota mai nobawa kacikali. Hangga’asaonahumowu kasobia. Saratono ihamota kake Wa Irone cipaleko iloko to’owa, ia tarusu papinda’e loko iahaleo hangga’aso cia narumapo mia lumalo. Hawai mbarike’e mata Wa Irone notonto ikante iworuno loko to’owa haleo. Ia taruru nopisese anuiahaleo mai kacikali ni’bawano. Mo’oli noseseie pitabumo peti to’owa ia cia nakumonie isino. Hingganomo peti iahaleo ‘bata’owamo, Wa Irone noungku inano. Madawua tampano hamotano kotaro ibalakano ka’ana. Mo’ia mo’oli pohambasie soro peti to’owa mai moboa iahaleo.
Saratono ika’ana mo’ia kadorua tarusu nobuka peti haleo nakamita’e isi peti. Kamahano lalono mo’ia kadorua nokaita pobabacuri ‘doe mai bulawa. Wa Irone noko’aki.
“ina, nake’e harta karu.”
Mo’ia tarusu nokandole sukuru sabagai tarima kasi barakati’ana nobundo cia nakumonie. Samarimba dadino mo’ia taurusu baruba.ka’anano mo’ia nopigaue mai nopalangkapue mangada, mai mo’ia uka nokabalu pakea-pakea mangada uka. Mai pakea-pakea mangada cuke’e Wa Irone noci’ita mangada hake koajo kalambe-kalambe kanto’owa aga’ano. Mo’ia cia nakamarlulu karaja’a hangga’aso pikohumbuano ‘dadino. Hawai handa’e rike’e cia najumadisie kocio. Mo’ia ‘bara nokabantu mia-mia maseke mai noragani paibada. Para’a salam nake’e nipigauno cia mai papara’ano.
Piahuleo mo’oli, La Ode Inci mai mia kanto’owa aga’ano nobundo ika’anano Wa Irone hangga’aso nakalumosa.La Ode I nci mahalalono para’a kalambe nilosano inciano Wa Irone, higganomo nomangadamo cia koajo ipiamo ari.
Losa’ano La Ode Inci notarima’e Wa Indi inano Wa Irone, para’a uka Wa Irone nope’elu La Ode Inci. Minte nihuleo mo’ia nokawimo. Acarano nopolele picu huleo picu rondo, hingganomo kabiasaanomo kanto’owa nopakawi kalambe mai anamohaneno mo’ia. Inciano wite mna kanto’owa ciungkuno, hawai mia cia dumane’e uka mo’ia hokolo ikawiano mo’ia.
Ataku mbarike’e La Ode Inci mai Wa Irone nodawusiemo amia ungkaka mohane nokongeasiemo La Ode Pasikamba ma’nano harta karu.
SELUK BELUK DESA MOSOLO
Desa mosolo merupakan desa yang sangat terpencil yang terletaak di Sulawesi tenggara kebupaten konawe ke camatan wawonini timur sekarang di kenal dengan kecamatan wawonii tenggara. Desa mosolo terbentuk pada tahun 1957 yang asal katanya terbagi dua yaitu’ mo’ dan ‘solo’ yang artinya mo adalah kuat sedangkan solo adalah arus, jadi secara harfia mosolo yaitu arus yang kuat karna. . jadi mosolo adalah sebuah perkampungan di sulawesi tenggara kabupten konawe di kepulauan wawonii yg memiliki aliran sungai (arus) yg sangat kuat atau keras, sehingga perkmpungan itu dinamaknlah MOSOLO
Desa ini dipelopori 7 kepala keluarga yang bersal dari kepulauan buton yakni desa wapulaka yang sekarang desa tersebut diganti menjadi desa Bahari. ketujuh Kepala keluarga ini, bersuku buton yang berinisiatif untuk mencari nafkah karena desa yang pernah ditinggalinya semakin sempit lahan yang diolah. Dengan himpitan ekonomi dan lahan yang semakin sempit, maka ketujuh kepalah keluarga tersebut berani untuk berpindah meskipun bermodalkan sampan (perahu) dan dayun.
Semakin berkembangnya Zaman maka terbentuklah kepala-kepala keluarga baru yang menghuni desa ini. Pemerintahan dulu masih dikenal dengan kepala suku yang memiliki sifat kegotong royongan tinggi sangat melekat dikepala-kepala keluarga tersebut. Maka pada masa system pemerintahan soeharto maka dibentuklah kepala desa. Singkat cerita pada masa kejayaan pemerintahan La Ode Abdi, dasa ini mendapatkan penghargaan kebersiha dan desa yang terindah sesulawesi tenggara yang diberikan langsung oleh mentri Sutioso. Adapun letak pemukiman atau Letak geografisnya desa ini, di bagian utara berbatasan dengan desa wunce, disebelah timur berbatasan dengan langgara, sebelah utara berbatasan dengan desa nambo jaya karna desa ini dimekarkan maka berbatasan dengan desa sinar mas dan di sebelah timur berhadapan dengan laut banda.
Penduduk desa ini, memiliki semangat yang sangat kuat dan tak mengenal lelah demi mencukupi kebutuhannya sehari-hari, dengan semangat ini lah mereka bercocok tanam. Sumber penghasilan yang mereka peroleh pertama perkebunan. Adapun hasil-hasil perkebunan yang ditanam yaitu ubi kayu, cengkeh yang bibitnya berasal dari ternate, palah dan lain-lain sebagainya. Disamping itu, selain berkebun mereka juga mencari ikan baik itu kebutuhan keluarganya maupun dijual walaupun bermodalkan perahu dan dayun. Semakin berkembangnya perekonomian maka mereka mengunakan alat-alat yang canggi seperti mesin ketinting dan kapal-kapal besar. mula-mulanya mereka menangkap ikan didaerah tersebut. tetapi dengan melihat kondisi kian hari kian banyak yang dibutuhkan, maka mereka mencari Ikan hiu di daerah lautan Sulteng dan di Sorong.
seperti gambar di bawah ini
Sekarang desa ini dimekarkan menjadi 3 desa. Yaitu desa sinar mas, sinaulu jaya dan desa mosolo itu sendiri. Dengan mayoritas penduduknya bersuku Buton dan sebagian kecil bersuku tolaki, bugis dan mornene yang memiliki jumlah penduduk 200 kepala keluarga. Kondisi penduduknya memiliki keakraban yang kuat dan sifat kegotoro yongan masih tetap dijaga. Selain itupula desa ini memiliki sopan santun yang dijunjung tinggi. Aturan-aturan yang digunakan selain hokum pemerintahan dan adat itu sendiri.
Jumat, 18 Mei 2012
keindahan
kenapa kita menutup mata ketik tidur? ketika menangis? dan ketika berdoa. karena hal terindah bukanlah melihat dengan mata tapi, merasakan dengan hati, karena hati adalah mata yang tak pernah tertuup.
Langganan:
Postingan (Atom)